Langsung ke konten utama

Petualangan Gunung Marapi


Mendaki gunung yok?

kira-kira ginilah penampakan dari atas, dari kamera kurang kece ini


Ini adalah petualangan keduaku untuk mendaki gunung, kesempatan kedua yang diizinkan Tuhan Allah agar aku bisa menikmati pemandangan alam seluas mata memandang dari ketinggian gunung Marapi, yaa walaupun aku ga mencapai puncak. Tapi mahakarya-Nya sangat luar biasa, aku bisa menikmatinya biarpun cuma bertahan di cadas. Aku gak  akan bisa lupa, dan aku gak mau lupa.

Gunung Marapi, salah satu gunung aktif yang terletak di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dengan ketinggian 2891 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung Marapi sudah meletus lebih dari 50 kali sejak akhir abad 18, terakhir meletus pada 2014,  weww (sumber Wikipedia).

Kamis, 29 Maret 2018
Perjalanan dimulai, Pekanbaru- Payakumbuh, memakan waktu sekitar 4-5 jam perjalanan. Kami berdelapan, berangkat jam 8 pagi dan tiba di Payakumbuh sekitar jam 1. Beristirahat, mempersiapkan perbekalan dan membahas hal-hal yang diperlukan. Kami membawa dua buah tenda, sleepingbed, peralatan memasak, tempat air minum, makanan dan peralatan pribadi yang sekiranya dibutuhkan.
Sehabis ashar, kami bersiap untuk langsung menuju post Marapi, lalu berkah Allah datang menyambut kami, hingga pukul lima hujan reda dan kami berangkat menuju TKP. Tiba di TKP kami memarkirkan kendaraan, mendaftar ke post dan mulai pendakian sekitar jam 6 sore.

Medan pertama, jalanan semen yang menjulang ke atas yang aku gatau seberapa jauh dan percayalah cobaan pertama ini berat, dan disekelilingnya kita bisa menikmati tanaman tomat, kol, cabai dan lainnya yang terhampar di sebelah kiri dan kanan. Setelah berjalan cukup panjang, terlihatlah mushallah dan pondokan lengkap dengan dua toilet umum, dan kami memutuskan untuk beristirahat dan menunaikan kewajiban, kerinduan akan air gunung mulai terbayarkan.

Banyak yang bilang medan gunung Singgalang lebih terjal dari gunung Marapi, tapi buat ku itu ga berlaku, karena yang ku rasakan gunung Marapi lebih terjal dari trek Singgalang.

Jam menunjukkan sekitar pukul tujuh, kami melanjutkan perjalanan untuk menuju puncak, dan perjalanan malam dimulai. Sensasi pendakian dimalam hari, dingin yang menusuk-nusuk dikalahkan sama kegerahan selama proses pendakian. Karena trek selanjutnya ga keliatan, meminimalisir keluhan yang mulai menyesakkan dada tentang kapan nih sampainya?

Medan kedua dan seterusnya sama, jalan yang kiri-kanannya di hiasi dengan pohon-pohon tinggi, dibutuhkan langkah kaki lebar dan panjang untuk menaikinya, dan ga jarang disisi-sisinya jurang yang menemani perjalanan kita dan mengingatkan untuk tetap dan selalu berhati-hati. Jam sepuluh, kami memutuskan untuk mendirikan tenda, makan dan mengistirahatkan badan agar kuat untuk prosesi pendakian di hari esok.

Jumat, 30 Maret 2018
Perjalanan dilanjutkan, aku mengerahkan seluruh kekuatan dan tenaga untuk berjalan semampuku, mengusir segala lemah dan pikiran buruk, dan yaa aku hanya cukup kuat untuk sampai di cadas. Otot-otot kaki sudah melemah, berjalan sedikit saja bisa membuat kaki menggeletar.

Kami tiba dicadas dan mendirikan tenda sekitar pukul duabelasan, beberapa teman yang lain melanjutkan perjalanan menuju puncak dan aku beristirahat di tenda. Menikmati pemandangan luar biasa dari ketinggian yang aku gatau. Beberapa menit kemudian setelah mendirikan tenda, kabut datang disertai gerimis-gerimis udara berubah menjadi kategori sangat dingin plus-plus, setelah itu kabut berjalan lagi memperlihatkan pemandangan cantik dengan jelas.

ini aku, di atas awan wkwkw

Aku tersadar kembali,  alasan-alasan orang untuk mendaki gunung adalah untuk melihat ciptaan Tuhan yang luar biasa, sebuah mahakarya yang hanya bisa dilihat oleh sepasang mata dan tidak bisa lensa kamera tidak cukup mampu mengcapture dengan sempurna, adalah momen dimalam hari, lampu-lampu kota Bukittinggi, Padang, Padang Panjang terlihat dari ketinggian gunung Marapi, terimakasih Tuhan Allah untuk kesempatan pendakian gunung Marapi ini.

Sehari lagi kami bermalam disini, malam hari udara semakin sangat dingin, tidur tidak nyenyak, pengin nangis, pengin pulang, dan akhirnya pagi datang lagi. Kami bersiap-siap untuk pulang menuruni segala rintangan. Jam menunjukkan pukul tujuh dan kami tiba di post sekitar pukul dua. Dan langsung menuju Kota Payakumbuh, dan tiba di Pekanbaru pukul dua malam. Dan aku langsung tertidur.


Hikmah dan pelajaran atas Pendakian Gunung Marapi, bagiku:

1. Capek banget, capek yang ga bisa terdeskripsikan sama kata-kata, mulut kita bisa bilang capek banget, tapi dalam hati itu itu lebih dari sekedar kata capek banget, perasaan-perasaan pengen berhenti dan bilang stop ‘aku ga sanggup’, tapi kita sadar, kita ga pergi sendirian, kita berdelapan, beda tujuan, beda pemikiran dan beda lah pokoknya. Dari sini, kita belajar keutuhan tim, kerja sama kelompok, memberi motivasi dan berbagi kekuatan, karena semangat dari mereka juga aku bisa merasa lebih kuat. Berjalan sama-sama, dan istirahat sama-sama.

2. Karena diantara kita berdelapan aku yang paling lemah, sering ngeluh, suka nangis karena capek,  dan dua kali naik gunung, dua-duanya aku nangis. Sabar dan ga egois jadi salah satu poin penting yang pastinya dirasaian mereka, tapi mereka tetap baik. Makasih yaa wee..

3. Ini mungkin yang jadi goals untuk teman-teman yang suka naik gunung, amazing views. Karena dari atas sana semuanya kelihatan, apalagi kalau malam lampu-lampu kota yang cantikny ga terdeskripsikan dan ga terlihat sempurna dengan capture kamera, yang akhirnya bela-belain buat mendaki dengan sekuat tenaga.

4. Cerita untuk anak/cucu, kita bakal punya hal menarik yang akan diceritakan untuk mereka suatu hari nanti. Yang intinya, apapun yang kalian inginkan perjuangkan, karena ga ada kesuksesaan yang nyata dengan perjuangan minim. Intinya persiapan, sebelum naik gunung, istirahat yang cukup, olahraga rutin, makan-makanan yang bergizi, dan hal lainnya yang menurut kita perlu. Lebih dari itu, perjuangan berlaku ga cuma perihal pendakian gunung, more of that, in every way of  this life.

5. Dan di atas sana, kita bakal ngerasain kita ga pernah ada apa-apanya, makanya ga boleh sombong. Gedung-gedung pencakar langit kalau dilihat dari atas, kelitan kecil banget, apalagi cuma manusia.

Yang belum pernah mendaki gunung, cobaa deh sekali aja dalam hidup kita. It’s worth it, back to nature.
Semangat hidup!

Together with: Oppung Juma, Uwak Purnama,  Edak Febri, Uwak Supri, Papa Syauqi, Oppung Doli Irhamza, dan Amangboru Hamdan. Tinggallah anak-anak cencen yang gak diboleh mamanya, mamak butet rani, ga boleh bapaknya dedek cika, yang takut nyangkut wak diana, sama mamak rempong yang sibuk kerja, bunda rima.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Samudera Tiga Hati

Hey bloggiest, ini hasil liburan aku! Libur sebulan ngebuat aku ngeresensi salah satu novel lama yang ada di rumah, xoxo Check this out!!! Samudera Tiga Hati Judul Buku: Samudera Tiga Hati Pengarang: Susi Irma Sulasiah Penerbit: Belabook Media Kota Terbit: Jakarta Tahun Terbit: 2011 Tebal Buku: 255 Halaman Jenis Buku: Novel Sinopsis Novel: ‘Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Cinta adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tidak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad’ *Kahlil Gibran             Novel ini menceritakan sebuah perjalanan hidup Sheryl, Beni, dan Zulfikar yang mencoba mendamaikan badai dalam hati mereka. Kehidupan keluarga mereka penuh dengan konflik dan ketidakharmonisan. Sheryl Wiryadinata, seorang Wanita berusia 42 tahun, anak dari seorang pebisnis kaya raya dan terhormat, yang meniti karier di perusahaan ayahnya hingga menduduki posisi sebagai Wakil

Jemput Terbawa

Written by Pinto Anugrah Tanpa daftar isi, begitulah buku ini adanya, diawali oleh prolog, diakhiri oleh bab 16. Terdiri dari 206 nomor halaman, ukuran buku 13x20 cm, cetakan pertama pada Maret 2018, dan diterbitkan oleh MOJOK. Jujur bingung mau nulis apa tentang buku ini, kalimat pertama yang akan kalian temukan saat memasuki isi buku: “Di langit terberita Di bumi menjadi kabar Kisah orang kami kabarkan Dusta orang kami tidak ikut serta” Jemput terbawa, maksud hati hendak menjemput kebahagiaan yang terbawa justeru kenyataan pahit. Namun, selalu ada rasa bahagia dalam setiap perjalanan hidup. Percaya, percaya! Sesungguhnya aku tidak begitu yakin dengan apa yang ku tafsirkan dan maksud Uda Pinto Anugrah dalam isi buku ini. Alur cerita maju dan mundur, latar tempat di sebuah desa, Lembah Pagadih, Agam, Sumatera Barat. Buku ini sungguh sangat kompleks, mengisahkan pahit hidup Siti Kalaya a.k.a Laya yang bertemu Mak Ujang, Nurselah dan Pajatu yang merupakan ibu dan ayah Lay

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya Kisah Sufi dari Madura Written by Rusdi Mathari Ikon BEST SELLER di kanan atas bikin penasaran sama buku dengan judul menarik ini, buku yang aku pegang sekarang adalah cetakan kesebelas pada September 2020, dan cetakan pertama pada September 2016. Masih dari penerbit Mojok, tebal 226 halaman dengan warna sampul hijau telur asin, kategori buku ‘agama’. Aku suka buku ini, sangat menyentuh dan bikin pembaca berpikir dari setiap obrolan-obrolan tokoh utamanya, Cak Dlahom, Mat Piti, Romlah, dan tokoh-tokoh lainnya. Buku ini di bagi dua sesi cerita pada Ramadan Pertama dan Ramadan Kedua. Di halam XVII dijelaskan, nama Dlahom diambil dari diksi Jawa Timur yang kira-kira artinya ‘agak bodoh’, sama seperti tokoh yang digambarkan, atas refleksi Cak Dlahom sendiri mengenai pengetahuan manusia atas agama dan Tuhan. Pada tertentu, ada petikan quotes yang menceritan bab tersebut, yang bis akita jadikan bahan perenungan untuk diri sendiri, aku tulis d