Langsung ke konten utama

Gelar baru, semogaa berkah!

Nora Adelinda Siregar, S.I.Kom


Aku selalu pengin bilang kalau ‘Tuhan Allah itu baik banget, dan merugilah orang-orang yang selalu lupa untuk bersyukur’. Pengingat untuk diriku sendiri ‘Bersyukur adalah kunci hidup bahagia’.

Dulu banget, awal masuk kuliah. Aku mulai bergabung sama organisasi rohis di fakultasku, disana aku kenal sama salah satu perempuan yang menurut versiku paling baik akhlak dan perilakunya, inisial SSM. Panggil aja Kak Sisca, hahahaa.. kami ketemu seminggu sekali secara formal untuk mentoring namanya, belajar tentang agama Islam, tiang dan pondasi kehidupan kami, lainnya sering ketemu kalau di masih di lingkungan gedung fakultas wkwkwk. Masih tentang bersyukur, Kak Sisca bilang bersyukur mulai dari hal yang ga pernah kita pikirkan sebelumnya, contohnya ‘rasa gatal’, rasa gatal itu adalah salah satu nikmat Allah, rasa gatal ketika kita menggaruknya, masyaAllah. Sesungguhnya hidup ini hanya untuk bersyukur, bersyukur berarti mengingat Allah, mengingat Allah berarti tunduk padanya, dan hanya melakukan hal-hal baik dan bersifat positif, bersyukur dari hal-hal kecil, dari hal-hal yang paling sepele sekalipun.

Dan sekarang, aku akan menceritakan ceritaku tentang sebuah proses penamaan gelar akademik di belakang namaku, S.I.Kom (Sarjana Ilmu Komunikasi).

Aku, Nora. Seorang mahasiswi angkatan 2014 di salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru, Riau. Resmi, 9 Mei 2018 sah menjadi Nora Adelinda Siregar, S.I.Kom and i’m proudly present to my only mommy and daddy, also my brother and sisters, akhirnya aku nyusul kalian jugaa yaa wee.
Bahagia, haru, dan sedih melepas masa mahasiswa, kehilangan diskon mahasiswa dan akhirnya akan memulai drama kehidupan yang lebih lebih lebih penuh tantangan. Kuliah itu enak banget, wkwkw. Jadwal yang luang banget, yang setiap hari bisa jalan-jalan, main-main sepuasnya, mendaki gunung, berburu diskon pagi-pagi, nungguin midnite sale, soalnya kalo harga normal, ga bisa belik hiks hiks.

Perjuangan sesungguhnya selama masa perkuliahan adalah momentum ketika penelitian penulisan skripsi, mulai dari nyari masalah, nentuin judul, bikin bab satu, dua, tiga, empat, lima dan enam, nyari buku, maksain otak buat mikir untuk ngolah data, maksa mood harus on setiap hari, dan harus tetap cukup istirahat untuk selalu bisa berpikir positif, ahh skripsiku.

Biar ga terlalu stress too much, ga usah dipikirin, cukup dikerjakan dengan ikhlas, lakukan yang terbaik, berusaha semampunya, harus rajin, ga boleh malas, kalau kurang ditambahin, kalau lebih dikurangin, kalau salah di perbaiki, dan apapun itu kerjakan dengan sebaik-baiknya. Allah pun tau, mana yang bersungguh-sungguh. Dan benar saja, pepatah lama memang selalu benar, ‘Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti mendapatkan hasil’. Itulah sebabnya kenapa kita perlu belajar dari sejarah, karena banyak banget pelajaran yang bisa di ambil dari sana.

Oke, jadi setelah aku daftar sidang di tanggal 19 April 2018, setiap hari aku selalu berdoa, Ya Allahku, tolong aku ingin disidang. Seminggu kemudian, jadwal sidang untuk dua minggu kedepan keluar dan namaku ga ada. Oke, be positive, Tuhan semoga namaku ada di kloter berikutnya untuk sidang, semoga-semoga semoga. Sidang minggu pertama berlalu, dan menuju minggu kedua, rahmat Allah datang di hari senin, namaku tertulis lebih kurang jam tigaan untuk sidang di hari rabu jam 1. Badan tiba-tiba panas dingin, senang luar biasa, dan hari itu aku masih ada di rumah mamak yang tujuh jam lagi untuk sampai ke Pekanbaru. Malam itu juga, kami putuskan untuk berangkatku. Dan Alhamdulillah aku sampai di Pekanbaru dengan selamat sekitar jam dua malam. Selasa itu aku pergi ke perpustakaan untuk mencari beberapa buku yang diperlukan. Menghitung jam, dan beberapa jam lagi menuju Rabu, deg-degan tiada henti, tangan kaki gemeteran, berlebihan banget but this is serious. Malamnya ga bisa tertidur, kepikiran terus, takut ga lulus, takut ga bisa jawab, semua takut-takut muncul, terus tenang, deg-degan lagi tenang lagi, deg-degan lagi tenang lagi. And finally 12.30 PM. Aku berangkat ke kampus, memasuki ruangan munaqasah. Oke aku gamau cerita tentang apa yang terjadi di dalam karena itu semua so smooth but the result was zonk. I know it, then.

Oke, sekarang aku udah S.I.Kom. Terimakasih mamak, terimakasih bapak, terimakasih abang, terimakasih kakak, kakak, dan kakak, dan terimakasih untuk semua yang sudah membantuku, semua ini berkat kalian. Masa-masa yang ku lewati selama kuliah, perjalanan kemana-mananya, dan semua-semuanya, terimakasih.


Alhamdulillahirabbil’alamin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Samudera Tiga Hati

Hey bloggiest, ini hasil liburan aku! Libur sebulan ngebuat aku ngeresensi salah satu novel lama yang ada di rumah, xoxo Check this out!!! Samudera Tiga Hati Judul Buku: Samudera Tiga Hati Pengarang: Susi Irma Sulasiah Penerbit: Belabook Media Kota Terbit: Jakarta Tahun Terbit: 2011 Tebal Buku: 255 Halaman Jenis Buku: Novel Sinopsis Novel: ‘Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Cinta adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tidak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad’ *Kahlil Gibran             Novel ini menceritakan sebuah perjalanan hidup Sheryl, Beni, dan Zulfikar yang mencoba mendamaikan badai dalam hati mereka. Kehidupan keluarga mereka penuh dengan konflik dan ketidakharmonisan. Sheryl Wiryadinata, seorang Wanita berusia 42 tahun, anak dari seorang pebisnis kaya raya dan terhormat, yang meniti karier di perusahaan ayahnya hingga menduduki posisi sebagai Wakil

Jemput Terbawa

Written by Pinto Anugrah Tanpa daftar isi, begitulah buku ini adanya, diawali oleh prolog, diakhiri oleh bab 16. Terdiri dari 206 nomor halaman, ukuran buku 13x20 cm, cetakan pertama pada Maret 2018, dan diterbitkan oleh MOJOK. Jujur bingung mau nulis apa tentang buku ini, kalimat pertama yang akan kalian temukan saat memasuki isi buku: “Di langit terberita Di bumi menjadi kabar Kisah orang kami kabarkan Dusta orang kami tidak ikut serta” Jemput terbawa, maksud hati hendak menjemput kebahagiaan yang terbawa justeru kenyataan pahit. Namun, selalu ada rasa bahagia dalam setiap perjalanan hidup. Percaya, percaya! Sesungguhnya aku tidak begitu yakin dengan apa yang ku tafsirkan dan maksud Uda Pinto Anugrah dalam isi buku ini. Alur cerita maju dan mundur, latar tempat di sebuah desa, Lembah Pagadih, Agam, Sumatera Barat. Buku ini sungguh sangat kompleks, mengisahkan pahit hidup Siti Kalaya a.k.a Laya yang bertemu Mak Ujang, Nurselah dan Pajatu yang merupakan ibu dan ayah Lay

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya Kisah Sufi dari Madura Written by Rusdi Mathari Ikon BEST SELLER di kanan atas bikin penasaran sama buku dengan judul menarik ini, buku yang aku pegang sekarang adalah cetakan kesebelas pada September 2020, dan cetakan pertama pada September 2016. Masih dari penerbit Mojok, tebal 226 halaman dengan warna sampul hijau telur asin, kategori buku ‘agama’. Aku suka buku ini, sangat menyentuh dan bikin pembaca berpikir dari setiap obrolan-obrolan tokoh utamanya, Cak Dlahom, Mat Piti, Romlah, dan tokoh-tokoh lainnya. Buku ini di bagi dua sesi cerita pada Ramadan Pertama dan Ramadan Kedua. Di halam XVII dijelaskan, nama Dlahom diambil dari diksi Jawa Timur yang kira-kira artinya ‘agak bodoh’, sama seperti tokoh yang digambarkan, atas refleksi Cak Dlahom sendiri mengenai pengetahuan manusia atas agama dan Tuhan. Pada tertentu, ada petikan quotes yang menceritan bab tersebut, yang bis akita jadikan bahan perenungan untuk diri sendiri, aku tulis d